“ TEORI TENTANG PERTUMBUHAN ”
Makalah Geografi Pembangunan
(Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi
Pembangunan)
OLEH:
ERDAWATI (1201684)
DEVIN ARDHI SAPUTRA (12058940)
NOVIANTI LESTARI (
DEWI SURYANI (
DEFITRA (
PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirabbil ‘aalamiin,
puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Teori Tentang Pertumbuhan “ ini dengan lancar. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Pembangunan di jurusan
Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang, semester Juli-
Desember 2014.
Dalam penyelesaian makalah ini
penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, masukan, nasehat dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada: Dosen pembimbing mata kuliah Geografi Pembanguan, teman-teman yang
seperjuangan terutama bagi rekan-rekan Pendidikan Geografi 2012 yang telah
memberikan masukan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis
menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi materi maupun dalam hal
penulisan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.
Padang,
September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI
..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
................................................................................ 1
A.
Latar
Belakang
...................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah ................................................................................. 1
C.
Tujuan
.....................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
..................................................................................
3
1.
Teori
Terkait dengan Pembangunan ...................................................
2.
Perkembangan
Pendekatan Pembangunan di Indoonesia saat ini ...
BAB III PENUTUP
.........................................................................................
11
A.
Kesimpulan
.............................................................................................
11
B.
Saran
.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Secara historis, teori Dependensi lahir atas
ketidakmampuan teori Modernisasi membangkitkan ekonomi negara-negara
terbelakang, terutama negara di bagian Amerika Latin. Secara teoritik, teori
Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara
Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor
internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan
tetap berada dalam keterbelakangan.
Paradigma inilah yang
kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan
dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara Dunia Ketiga bukan disebabkan
oleh faktor internal di negara tersebut, namun lebih banyak ditentukan oleh
faktor eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu.
Secara historis, teori
Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi membangkitkan ekonomi
negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika
Latin. Secara teoritik, teori
Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara
Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor
internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan
tetap berada dalam keterbelakangan.
Paradigma inilah yang kemudian dibantah oleh teori
Dependensi. Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang
terjadi di negara-negara Dunia Ketiga bukan disebabkan oleh faktor internal di
negara tersebut, namun lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal dari luar
negara Dunia Ketiga itu. Faktor luar yang paling menentukan keterbelakangan
negara Dunia Ketiga adalah adanya campur tangan dan dominasi negara maju pada
laju pembangunan di negara Dunia Ketiga. Dengan campur tangan tersebut, maka
pembangunan di negara Dunia Ketiga tidak berjalan dan berguna untuk
menghilangkan keterbelakangan yang sedang terjadi, namun semakin membawa
kesengsaraan dan keterbelakangan. Keterbelakangan jilid dua di negara Dunia
Ketiga ini disebabkan oleh ketergantungan yang diciptakan oleh campur tangan
negara maju kepada negara Dunia Ketiga. Jika pembangunan ingin berhasil, maka
ketergantungan ini harus diputus dan biarkan negara Dunia Ketiga melakukan roda
pembangunannya secara mandiri.
Ada dua hal utama dalam masalah pembangunan yang
menjadi karakter kaum Marxis Klasik:
1. Negara pinggiran yang pra-kapitalis adalah kelompok
negara yang tidak dinamis dengan cara produksi Asia, tidak feodal dan dinamis
seperti tempat lahirnya kapitalisme, yaitu Eropa.
2. Negara pinggiran akan maju ketika telah disentuh oleh
negara pusat yang membawa kapitalisme ke negara pinggiran tersebut. Ibaratnya,
negara pinggiran adalah seorang putri cantik yang sedang tertidur, ia akan
bangun dan mengembangkan potensi kecantikannya setelah disentuh oleh pangeran
tampan. Pangeran itulah yang disebut dengan negara pusat dengan ketampanan yang
dimilikinya, yaitu kapitalisme. Pendapat inilah yang kemudian dibantah oleh
teori Dependensi.
Bantahan teori Dependensi atas pendapat kaum Marxis
Klasik ini juga ada dua hal.
1. Negara pinggiran yang pra-kapitalis memiliki dinamika
tersendiri yang berbeda dengan dinamika negara kapitalis. Bila tidak mendapat
sentuhan dari negara kapitalis yang telah maju, mereka akan bergerak dengan
sendirinya mencapai kemajuan yang diinginkannya.
2. Justru karena dominasi, sentuhan dan campur tangan
negara maju terhadap negara Dunia Ketiga, maka negara pra-kapitalis menjadi
tidak pernah maju karena tergantung kepada negara maju tersebut. Ketergantungan
tersebut ada dalam format “neo-kolonialisme” yang diterapkan oleh negara maju
kepada negara Dunia Ketiga tanpa harus menghapuskan kedaulatan negara Dunia
Ketiga, (Arief Budiman, 2000:62-63).
Disamping itu, lahirnya teori dependensi ini juga
dipengaruhi dan merupakan jawaban atas krisis teori Marxis ortodoks di Amerika
Latin. Menurut pandangan Marxis ortodoks, Amerika Latin harus mempunyai tahapan
revolusi industri “borjuis” sebelum melampaui revolusi sosialis proletar. Namun
demikian Revolusi Repuplik Rakyat Cina (RRC) tahun 1949 dan revolusi Kuba pada
akhir tahun 1950-an mengajarkan pada kaum cendikiawan, bahwa negara dunia
ketiga tidak harus mengikuti tahapan-tahapan perkembangan tersebut. Tertarik
pada model pembanguan RRC dan Kuba, banyak intelektual radikal di Amerika Latin
berpendapat, bahwa negara-negara Amerika Latin dapat saja langsung menuju dan
berada pada tahapan revolusi sosialis.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sbb:
1. Apa
saja teori-teori yang terkait dengan pembangunan keruangan (Hirschaman, Myrdal,
Friedman, Perroux)?
2. Bagaimana
perkembangan pendekatan pembangunan di
Indonesia saat ini?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
teori-teori yang terkait dengan pembangunan keruangan (Hirschaman, Myrdal,
Friedman, Perroux).
2.
Untuk mengetahui
perkembangan pendekatan pembangunan di
Indonesia saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Teori-Teori
Yang Terkait Dengan Pembangunan Keruangan
a.
Hirchaman
Hirscman
adalah seorang penganjur teori pertumbuhan tidak seimbang. Secara geografis, pertumbuhan ekonomi pasti
tidak seimbang. Dalam proses pertumbuhan
tidak seimbang selalu dapat dilihat bahwa kemajuan disuatu tempat (titik) menimbulkan tekanan-tekanan,
ketegangan-ketegangan, dan dorongan-dorongan kearah perkembangan pada tempat-tempat (titik-titik) berikutnya. Hirscman,
menyadari bahwa fungsi-fungsi ekonomi berbeda tingkat intensitasnya pada tempat
yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi diutamakan pada titik originalnya sebelum disebarkan
ke berbagai tempat lainnya. Ia menggunakan istilah Titik Pertumbuhan (Growing
Point) atau Pusat
Pertumbuhan (Growing Centre).
Di
sutau negara terdapat beberapa titik pertumbuhan, dimana industri berkelompok
ditempat itu, karena diperoleh beberapa manfaat dalam bentuk
penghematan-penghematan dan kemudahan-kemudahan. Kesempatan investasi, lapangan
kerja dan upah buruh relatif tinggi lebih banyak terdapat di pusat- pusat
pertumbuhan dari pada daerah belakang. Antara pusat dan daerah belakang
terdapat ketergantungan dalam suplai barang dan tenaga kerja. Pengaruh yang
paling hebat adalah migrasi penduduk ke kota-kota besar (urbanisasi) akan dapat
mengabsorsikan tenaga kerja yang trampil dan pihak lain akan mengurangi
pengangguran tidak kentara di daerah belakang. Hirschman menyarankan agar membentuk lebih banyak
titik-titik pertumbuhan supaya dapat menciptakan pengaruh-pengaruh penyebaran
pembengunan yang efektif.
b.
Myrdal
Profesor
Myrdal membangun teori keterbelakangan dan pembangunan ekonominya di sekitar
ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk
menjelaskan hal itu dia memakai ide dampak balik dan dampak sebar. Dia
mendefenisikan umpan balik sebagai semua perubahan yang bersifat merugikan dari
ekspansi ekonomi di suatu tempat karena sebab-sebab di luar tempat itu. Dalam
istilah ini dia memasukkan dampak migrasi, perpindahan modal dan perdagangan
serta keseluruhan dampak yang timbul dari proses sebab-sebab antara
fakto-faktor non ekonomi maupun ekonomi.
Dampak
sebar menunjuk pada dampak momentum pembangunan yang menyebar secara
sentrifugaldari pusat pengembangan ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya. Sebab
utama ketimpangan regional menurut Myrdal adalah kuatnya dampak balik dan
lemahnya dampak sebar di negara terbelakang.
Berikut
ini adalah kekuatan-kekuatan utama penyebab utama timbulnya gejala ini di
tingkat nasional dan kemudian di tingkat internasional:
1) Ketimpangan
Regional
Asal
ketidakmerataan regional dalam suatu negara berakar pada dasar non ekonomi.
Ketimpangan regional berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan
oleh motif laba. Motif laba inilah yang mendorong berkembangnya pembangunan
terpusat di wilayah-wilayah yang memiliki harapan laba tinggi, semntara
wilayah-wilayah lain tetap terlantar. Penyebab masalah ini menurut Myrdal
adalah peranan bebas kekuatan pasar, yang cendrung memperlebar ketimpang
mempersempit ketimpangan regional.
2)
Ketimpangan Internasional
Menurut Myrdal
perdagangan internasional mungkin mempunyai dampak surut yang kuat pada negara
terbelakang. Negara kaya mempunyai basis industri yang kuat dengan dampak sebar
yang kuat. Dengan mengekspor produk industrui mereka dengan harga murah ke negara
terbelakang, mereka mematikan industri skala kecil dan industri kerajinan
tangan di negara terbelakang tersebut. Perpindahan modal juga gagal
menghapuskan ketimpangan internasional karena negara maju lebih menjanjikan
keuntungan dan jaminan bagi para investor maka modal akan menjauhkan diri dari
negara terbelakang.
c. Friedman
John
Friedman, Weaver, (1979) menganalisa aspek tata ruang, lokasi serta
persoalan-persoalan
kebijaksanaan dan perencanaan pengembangan wilayah dalam ruang lingkup yang
lebih general. Friedman telah menampilkan teori daerah inti. Disekitar daerah
inti terdapat daerah-daerah pinggiran atau periphery region. Daerah pinggiran
ini sering disebut pula daerah pedalaman atau daerah-daerah sekitanya. Pembangunan
dipandang sebagai proses inovasi yang diskontinu tetapi komulaitif yang berasal
dari sejumlah kecil pusat-pusat perubahan, yang terletak pada titik-titik
interaksi yang mempunyai potensi tertinggi. Pembangunan inovatif cenderung menyebar
kebawah dan keluar dari pusat-pusat tersebut kedaerah yang mempunyai potensi
interaksi yang lebih rendah.
Pusat-pusat
besar pada umumnya berbentuk kota-kota besar, metropolis atau megapolis,
dikategorikan sebagai daerah inti, dan daerah-daerah yang relatif statis sisanya
merupakan daerah pinggiran. Wilayah pusat merupakan subsistem dari kemajuan
pembangunan yang ditentukan oleh lembaga di daerah inti dalam arti bahwa daerah
pinggiran berada dalam suatu hubungan ketergantungan yang substansial. Daerah
inti dan wilayah pinggiran bersama-sama membentuk sistem spatial yang lengkap.
Proses
daerah inti mengkonsolidasikan dominasinya terhadap daerah pinggiran dilaksanakan
melalui pengaruh-pengaruh umpan balik pertumbuhan daerah inti, yang terdiri
dari pengaruh dominasi (melemahnya
ekonomi daerah pinggiran sebagai akibat dari mengalirnya sumberdaya alam,
manusia dan modal ke wilayah inti), pengaruh
informasi (peningkatan dalam interaksi potensial untuk menunjang pembangunan
inovatif), pengaruh psikilogis (penciptaan
kondisi yang menggairahkan untuk melajutkan kegiatan-kegiatan inovatif secara
lebih nyata), pengaruh mata rantai (kecenderungan
inovasi untuk menghasilkan inovasi lainnya), dan pengaruh produksi ( pencitaan sturtur balas jasa dan menarik untuk
kegiatan-kegiatan inovatif ).
Jadi
menurut Friedman tingkat urbanisasi sebagai indikator tingkatan kemajuan suatau
wilayah; makin maju tingkat ekonomi suatu kota, semakin tinggi tingkatan urbanisasi,
sehingga makin terintegrasi keruangan ekonomi keruangannya, dan akhirnya makin
berkurang perbedaannya dalam pembangunan.
d.
Perroux
1) Dalam proses
pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak
utama dalam pembangunan suatu daerah. Keterkaitan antar industri sangat erat,
maka perkembangan industri unggulan akan mempengruhi perkembangan industri lain
yang berhubungan dengan industri unggulan.
2) Pemusatan
industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian karna akan
menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah.
3) Perekonomian
merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (unggulan) dengan
industri yang relatif pasif atau industri yang tergantung industri unggulan.
Ciri-ciri
dari industri unggulan adalah sbb:
a.
Tingkat kosentrasi tinggi
b.
Pengaruh multiplier (percepatan) dan
pengaruh polarisasi lokal sangat besar
c.
Tingkat tekhnologi maju
d.
Keahlian manajerial modern
e.
Prasarana sudah sangat berkembang
2.
Perkembangan
Pendekatan Pembangunan di Indonesia Saat Ini
Teori Pembangunan yang sesuai
untuk Indonesia
Melihat
dari fokus-fokus dari teori pembangunan yang telah disebutkan sebelumnya, teori
yang sesuai untuk Indonesia menurut saya adalah model pembangunan neoklasik
Solow sebagai perluasan dari model Harrod-Domar. Dimana tabungan dan investasi
merupakan hal perlu ditingkatkan (dari model Harrod-Domar), tingginya tabungan
dan investasi akan memperbesar kemungkinan peminjaman modal bagi masyarakat
sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi. Dengan menambahkan faktor kedua yaitu
tenaga kerja, serta variabel baru yaitu teknologi.
Seperti
yang tertulis dalam program MP3EI, percepatan transformasi Ekonomi
dititikberatkan pada pendekatan peningkatan value added, mendorong investasi, mengintegrasikan sektoral
dan regional, serta memfasilitasi percepatan investasi swasta sesuai
kebutuhannya. MP3EI
mempunyai 3 (tiga) strategi utama yang dioperasionalisasikan dalam inisiatif strategic. Strategi
pertama adalah pengembangan potensi melalui 6 koridor ekonomi yang
dilakukan dengan cara mendorong investasi BUMN, Swasta Nasional dan FDI dalam
skala besar di 22 kegiatan ekonomi utama. Strategi kedua, memperkuat
konektivitas nasional melalui sinkronisasi rencana aksi nasional untuk
merevitalisasi kinerja sektor riil. Strategi ketiga, pengembangan Center of Excellence di
setiap koridor ekonomi. Dalam hal ini akan didorong pengembangan SDM dan IPTEK
sesuai kebutuhan peningkatan daya saing.
Dengan
dasar teori Harrod-Domar dan Solow melalui peningkatan investasi dan tabungan,
serta pembaruan teknologi, dan beberapa faktor lainnya diharapkan Indonesia
dapat mempercepat pembangunannya. Tidak lepas dari pembelajaran atas pengalaman
oleh negara maju dan negara berkembang lainnya yang harus dilakukan oleh
Indonesia agar tidak mengalami kesalahan yang sama.
Realita
sebuah Negara yang menuju perkembangan ke arah yang lebih baik dicirikan dengan
tingkat pembangunan di negara tersebut. Dengan kata lain jika pembangunan di
suatu Negara sudah menunjukkan geliat yang semakin maju maka akan berdampak
pada tingkat pertumbuhan khususnya bidang ekonomi, sumber daya, politik dan
bidang kehidupan bernegara lainnya. Di Indonesia, kata pembangunan
sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Pengertian pembangunan sendiri
seperti yang diungkapkan oleh Portes (1976) mendefinisikan
pembangunan (development) sebagai transformasi ekonomi, sosial
dan budaya. Pembangunan nasional adalah proses perubahan yang
direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat ke arah yang
diinginkan, melalui kebijakan, strategi dan rencana. Pendapat lain
menjelaskan Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses transformasi
masyarakat dari suatu keadaan pada keadaan yang lain yang makin mendekati tata
masyarakat yang dicita-citakan; dalam proses transformasi itu ada dua hal yang
perlu diperhatikan, yaitu keberlanjutan (continuity) dan perubahan (change), tarikan
antara keduanya menimbulkan dinamika dalam perkembangan masyarakat
(Djojonegoro,1996).
Secara
umum, pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat
dan warganya; sering kali, kemajuan yang dimaksudkan terutama adalah kemajuan
material. Maka, pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai
oleh satu masyarakat di bidang ekonomi; bahkan dalam beberapa situasi yang
sangat umum pembangunan diartikan sebagai suatu bentuk kehidupan yang kurang
diharpakan bagi ‘sebagian orang tersingkir’ dan sebagai ideologi politik yang
memberikan keabsahan bagi pemerintah yang berkuasa untuk membatasi orang-orang
yang mengkritiknya (Budiman, 1995: 1-2). Lebih lanjut dalam buku teori
pembangunan dunia ketiga oleh budiman dijelaskan bahwa beberapa faktor yang
dalam mengukur pembangunan ialah kekayaan rata-rata yang menjelaskan bahwa
sebuah masyarakat dinilai berhasil melakukan pembangunannya bila pertumbuhan
ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Selanjutnya ialah pemerataan yang
menjelaskan bahwa pemerataan masuk dalam ukuran pembangunan dengan melihat
ukuran berapa persen dari pendapatan nasional bruto(PNB) suatu negara dengan
perhitungan 40% untuk penduduk miskin/termiskin, berapa persen oleh 40% untuk
masyarakat kelas menengah, dan berapa persen oleh 20% penduduk terkaya, yang
kemudian nantinya setelah perhitungan seberapa besar tingkat kesesuaian dengan
fakta hasil perhitungan yang ada. Selanjutnya ialah dengan melihat
kualitas kehidupan masyarakat dengan menggunakan tolak ukur PQLI (physical
quality of life index), yang kemudian oleh moris dijelaskan ada tiga indikator
untuk mengukurnya yakni a. Rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun, b.
Rata-rata jumlah kematian bayi, dan c. Rata-rata persentasi buta dan melek huruf.
Selanjutnya ialah kerusakan lingkungan yang menjelaskan bahwa suatu pembangunan
akan berhasil jika diimbangi dengan kondisi lingkungan yang masih baik, dan
yang terakhir ialah keadilan sosial dan kesinambungan yang menjelaskan bahwa
dua faktor yakni pemerataan dan faktor lingkungan bukan semata-mata hanya
mempartimbangkan faktor moral tetapi lebih kepada kelestarian pembangunan itu
sendiri.
Jika
kembali pada sejarah yang berkaitan dengan teori pembangunan maka kita
akan berbicara mengenai dua paradigma
pembangunan yangModernisasi dan Ketergantungan (Lewellen 1995;
Larrain 1994; Kiely 1995,dalam Deddy T.Tikson, teori keterbelakangan
dan ketergantungan, di indonesia, malaysia, dan Thailand). Paradigma
Modernisasi di dalamnya termasuk teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi
dan perubahan sosial, dan mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang
proses perubahan tersebut. Sedangkan paradigma Ketergantungan mancakup
teori-teori Keterbelakangan (Underdevelopment),
Ketergantungan (Dependent Development), dan Sistem Dunia (World
System Theory) sesuai dengan klasifikasi Larrain (1994).
Paradigma
atau perspektif modernisasasi dalam studi pembangunan muncul setelah Perang
Dunia II, terutama awal tahun 1950-an, dan sejak itu mendominasi
kebijakan pembangunan di negara-negara dunia ketiga sampai saat ini.
Dalam paradigma ini telah berkembang sejumlah teori yang beragam sesuai dengan
cara pandang masing-masing penemunya. Diantara
mereka adalah Rostow (1960), Hagen (1962), Lerner (1964), Eisenstadt (1966),
Smelser (1966), McClelland (1976), Parsons (1966) dan Inkeles dan Smith (1974). Para ahli
modernisasi, terutama setelah Perang Dunia II, baik dalam aliran makro maupun
mikro, kemudian berpendapat bahwa negara-negara miskin memerlukan bantuan
negara-negara kaya untuk mempercepat proses pembangunan mereka. Bantuan perlu
diberikan baik dalam bentuk modal maupun teknologi dan pendidikan yang
merupakan bagian dari proses difusi nilai-nilai atau budaya Barat ke Timur.
Melalui proses difusi atau sebaran ini, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di
negara-negara miskin diharapkan dapat mengarah kepada terciptanya kondisi
budaya dan struktur sosial, politik, dan ekonomi yang serupa dengan di dunia
Barat (Portes 1976; Chirot dan Hall 1982).
Sedangkan
paradigma ketergantungan, dapat dilihat dari Teori Keterbelakangan (Baran 1960;
Frank 1967; Amin 1976) dan Teori Sistem Dunia (Wallerstein 1979) yang muncul
sebagai reaksi terhadap fenomena kegagalan penerapan Teori Modernisasi di Amerika
Latin. Kedua teori ini cenderung melihat pembangunan dan keterbelakangan
di Dunia Ketiga melalui pendekatan yang lebih condong kepada aspek politik
(Chirot dan Hall 1982). Kemunculan perspektif ini banyak dipengaruhi oleh
ajaran Karl Marx tentang pertentangan kelas dalam masyarakat kapitalis, dan
pandangan Lenin terhadap imperialisme. Para pakar di dalamnya, seperti Paul
Baran, Andre Gunder Frank, Samir Amin dan Wallerstein, mencoba menjelaskan
bahwa keterbelakangan dan kemiskinan di Dunia Ketiga sebagai akibat dari adanya
ketergantungan terhadap kekuatan ekonomi global dan konflik internasional.
Kemiskinan yang dialami oleh bangsa-bangsa di negara yang sedang berkembang
merupakan akibat dari sistem ekonomi dunia yang tidak seimbang, dimana
sekelompok negara kuat mengeksploitasi negara-negara yang lebih lemah.
Setelah
berbicara mengenai definisi, konsep dan teori-teori pembangunan tentunya sudah
dapat gambaran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan itu sendiri,
lantas bagaimana dengan perkembangan pembangunan di negara kita Indonesia?
Sebagai pengantar untuk masuk kesitu bahwa Indonesia merupakan negara tropis
yang memiliki posisi strategis di mana memiliki jumlah pulau 13-17 ribu pulau
dengan garis pantai terpanjang di dunia sekitar 81.000 km, luas daratan sekitar
191 juta hektar, teritori laut sekitar 317 juta hektar, penduduk 240 juta jiwa,
dengan kekayaan alam menggiurkan baik terbaru maupun tidak terbarukan seperti
minyak bumi, gas alam, batubara, aluminium, tembaga, nikel, emas, besi dan
lain-lain. Kemudian memiliki keanekaragaman hayati nomor 2 di dunia yang jika
digabungkan dengan kekayaan alam laut menjadi nomor 1 di dunia, potensi tanaman
pangan 800 spesies dan juga 1000 spesies tanaman medisinal.
Dengan
penjelasan tersebut tentunya yang tergambar dalam fikiran kita bahwa sebenarnya
indonesia memiliki potensi yang amat sangat luar biasa, dengan kata lain untuk
modal membangun negara ini di beberapa sumber kekayaan alam yang ada sudah
sangat besar, namun hingga kini setelah 66 tahun indonesia merdeka dan 13 tahun
pasca era reformasi sebagai kondisi yang dianggap sebagai
fase paling demokratis belum bisa membawa indonesia muncul sebagai
negara maju setidak-tidaknya untuk kawasan asia tenggara. Beberapa pernyataan
kemudian muncul yang menganggap bahwa bangsa indonesia masih tergolong miskin
dengan penduduk miskin yang masih cukup banyak yakni sekitar 34 juta jiwa
sebagaimana data terakhir dari badan pusat statitik. Pernyataan lain bahwa
pembangunan di indonesia sulit terwujud dikarenakan kondisi bangsa indonesia
sendiri yang belum mampu dalam segala hal khususnya sumber daya manusia sebagai
faktor utama dalam proses pembangunan serta ditambah lagi dengan caruk maruknya
kehidupan politik, hukum dan ekonomi di Indonesia sekarang ini
Pandangan mengenai
asumsi Kondisi Bangsa Indonesia yang masih “miskin”
Berangkat dari ilustrasi
yang tersaji pada bab pendahuluan yang menggambarkan keadaan bangsa indonesia
di mana bahwa Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki posisi strategis
di mana memiliki jumlah pulau 13-17 ribu pulau dengan garis pantai terpanjang
di dunia sekitar 81.000 km, luas daratan sekitar 191 juta hektar, teritori laut
sekitar 317 juta hektar, penduduk 240 juta jiwa, dengan kekayaan alam
menggiurkan baik terbaru maupun tidak terbarukan seperti minyak bumi, gas alam,
batubara, aluminium, tembaga, nikel, emas, besi dan lain-lain. Kemudian
memiliki keanekaragaman hayati nomor 2 di dunia yang jika digabungkan dengan
kekayaan alam laut menjadi nomor 1 di dunia, potensi tanaman pangan 800 spesies
dan juga 1000 spesies tanaman medisinal.
Dengan melihat kondisi
tersebut tentunya ekspektasi akan besarnya bangsa ini sebenarnya dapat
terwujud, namun yang terjadi adalah sebaliknya bahwa harus diakui bahwa bangsa
kita hingga hari ini masih tertinggal dibandingkan dengan negara berkembang dan
maju lainnya, jangankan untuk konteks bersaing dengan negara-negara dunia
pertama dan kedua untuk negara dunia ketiga khususnya yang ada di kawasan Asean
indonesia sudah tertinggal jauh dibandingkan dengan Negara tetangga semisal
Malaysia, Thailand, Vietnam,terlebih Singapura menurut data terkhir UNDP
menempatkan sebagai negara terkaya keempat di dunia saat ini.
Lantas ada apa dengan
negara kita?pertanyaan ini kadang muncul mungkin dalam benak kita
masing-masing, bahwa negara kita kemudian tidak mampu untuk bangkit membangun
baik itu secara fisik maupun mental bangsa dengan potensi yang telah
digambarkan sebelumnya. Beberapa tokoh bangsa memberikan pendapatnya seperti
mantan wakil presiden Jusuf Kalla, yang berpendapat bahwa upaya bangsa
Indonesia untuk bangkit dari keterbelakannya harus dimulai oleh
kepemimpinan/leadership yang tegas dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang
sifatnya membangun semangat warga negara untuk sadar akan posisinya sebagai
pilar penting pembangunan. Pendapat lain dari pakar hukum pidana Prof.Dr.
J.Sahetapi (wawancara Metro TV),beranggapan bahwa masalah serius yang dialami
bangsa ini untuk menjadi bangsa maju ialah karena mental para pemimpin, aparat
yang sudah sesuai dengan norma-norma negara yang ada. Pendapat lainnya dari
Syamsul Ma’arif (Tabloid Nasdem), yang beranggapan bahwa bangsa indonesia sudah
tidak lagi melihat UUD 1945 sebagai dasar arah pembangunan, di mana yang
terjadi menurutnya bahwa beberapa kewajiban-kewajiban pemerintah yang ada pada
beberapa pasal sudah tidak dijalankan lagi oleh pemimpin-pemimpin bangsa ini.
Jika melihat beberapa
pendapat di atas bahwa masalah kepemimpinan sangat mempengaruhi bangsa ini
dalam mencapai pembangunan yang diimpikan di negara ini, selain itu faktor
mental khususnya para pejabat-pejabat pemerintah kita kemudian juga sangat
menentukan untuk kembali menata arah-arah dalam memajukan bangsa. Dengan
melihat beberapa fenomena yang terjadi di bangsa ini maka penulis menyimpulkan
bahwa ada beberapa masalah yang menghambat kemajuan bangsa khususnya dalam
bidang pembangunan, yang pertama di bidang politik bahwa tidak dipungkiri bahwa
kompleksitas perpolitikan yang sedang terjadi di negara ini sangat mempengaruhi
tingkat pertumbuhan pembangunan di Indonesia di mana pengaruh politisasi yang
terjadi kemudian melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak efektif dalam arah
pembangunan. Adanya pengaruh politisasi ini kemudian menjadi suatu ajang jual
beli bagi para pihak-pihak yang memiliki peran ataupun kewenagan yang kuat
untuk kemudian mengambil keuntungan dalam proses kebijakan pembangunan. Mereka
kemudian menetapkan langkah-langkah yang tidak berorientasi pada kepentingan
negara melainkan untuk kepentingan mereka masing-masing. Selanjutnya di bidang
ekonomi, walaupun pemerintah telah mengungkapkan bahwa tingkat pertumbuhan
ekonomi telah mengalami peningkatan hingga 6,7% namun sebenarnya itu hanya
secara makro, pemerintah kemudian lalai dalam meningkatkan pemerataan untuk
setiap warga Negaranya, di mana data terkhir BPS bahwa tingkat penduduk miskin
indonesia masih tinggi yakni 34 juta jiwa lebih dari penduduk indonesia sebesar
240 juta jiwa.
Faktor lainnya ialah
tingkat pengangguran yang masih nampak serta tidak dibarengi oleh penyediaan
lapangan kerja untuk para penganggur di negara kita, selanjutnya masih dalam
konteks ekonomi bahwa masalah privatisasi dan swastanisasi oleh
perusahaan-perusahaan asing yang sangat merugikan bangsa indonesia, yang
mungkin menjadi ironi bahwa pemerintah kita seakan terhipnotis dengan
keadaan-keadan seperti ini, di mana pemerintah seakan tidak mempunyai daya
upaya untuk meninjau kembali MOU atau kontrak kerja dengan pihak asing tentang
sistem bagi hasil, makin parah ketika kita dengan kekayaan alam yang melimpah
tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh bangsa ini dikarenakan
ketidaksiapan dan ketersediaan putra-putri bangsa dalam mengelola oleh karena
kapasitas baik itu pendidikan, keterampilan dan keahlian untuk dapat bersaing
dengan tenaga-tenaga asing yang dimiliki oleh perusahaan swasta. Hal lain yang
membuat bangsa kita tertinggal jauh dalam hal kemampuan untuk memproduksi
sistem tekhnologi dalam rangka upaya untuk mengahsilkan produksi-produksi yang
berskala industri.
Hal lain seperti di
bidang mental para pemimpin-pempin, pejabat-pejabat dan pegawai-pegawai
pemerintahan yang sangat menghancurkan karakter bangsa. Beberapa kasus KKN
merupakan faktor yang sangat mempunyai pengaruh besar dalam proses kemajuan
bangsa Indonesia itu sendiri. Dana APBN menurut laporan keuangan Negara yang
habis dikorupsi setiap tahunnya mencapai triulanan lebih. Sungguh merupakan
sesuatu yang sangat disayangkan bila dana negara kemudian habis terpakai oleh
segelintir oknum yang berorientasi memperkaya diri sendiri ketimbang
memanfaatkan dana itu untuk mengelola beberapa potensi yang ada di negara ini
secara profesional dan proporsional guna menghasilkan suatu keuntungan besar
yang tentunya akan sangat besar, dan beberapa permasalahan mental lain seperti
krisis kepemimpinan untuk para pejabat bahkan pemimpin Negara ini yang
menjadikan big problem di Indonesia. Aspek lain yang kemudian menghambat proses
jalannya pembangunan secara efektif di indonesia adalah rendahnya penegakan
hukum atau penegakan supremasi hukum di negara ini sejalan dengan kasus-kasus
korupsi yang terjadi bahwa kemudian fakta bahwa hukum tidak berjalan sesuai
dengan norma-norma hukum itu sendiri, adanya pembayaran, sogokan dan suap
menjadikan hukuman untuk para koruptor di Indonesia sangat ringan, hal inilah
yang sangat disayangkan dalam rangka pencapaian pembangunan khususnya
pembangunan karakter bangsa.
Kondisi bangsa Indonesia
yang Masih “miskin” ditinjau dalam perspektif Teori Pembangunan
- Perspektif
Modernisasi
Dalam bagian ini penulis
akan memberikan gambaran mengenai kondisi perkembangan pembangunan di Indonesia
dari beberapa teori-teori pembangunan. Jika kita melihat kembali ke teori
modernisasi bahwa tahap perkembangan pembangunan di Indonesia yang sejalan
dengan pendapat para ahli teori modernisasi yang mengungkapkan bahwa kemiskinan
kemudian terjadi sebagai akibat dari faktor-faktor internal dari bangsa itu
sendiri. Para ahli modernism kemudian berpendapat bahwa Negara-negara miskin
memerlukan bantuan negara-negara kaya untuk mempercepat proses pembangunan
mereka, bantuan yang diberikan kemudian ialah bantuan modal, tekhnologi dan
pendidikan. Nah hal inilah yang kemudian yang terjadi di Indonesia khususnya
pada masaPasca perang dunia kedua (1945) banyak negara-negara di belahan Benua
Asia dan Afrika memanfaatkan moment ini untuk memerdekakan diri, diantaranya
adalah Indonesia, Thailand dan Korea Selatan. Kondisi yang dialami oleh
negara-negara tersebut bisa dikatakan sama, yaitu memulai pembangunan dibidang
ekonomi, hal ini dilakukan diakibatkan hancurnya fondasi ekonomi mereka
diakibatkan lamanya penjajahan serta imbas kehancuran infra struktur akibat
dari perang Dunia II.
Selanjutnya guna
membiayai semua itu, tidak ada pilihan lain bagi negara-negara tersebut
untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional mereka kecuali melalui Penanaman
Modal Asing (PMA) dan bantuan dana/hutang luar negeri(teori modernisasi
Harrod-Domar, Rostow), misalnya melalui Bank Dunia,
IMF, negara-negara G-7 dan lain-lain.hal tersebut dipermudah dengan konstalasi
pertarungan ideologi dan teori antara kapitaisme yang dimotori oleh amerika dan
sosialisme yang dimotori oleh Uni Sovyet/Rusia. Pertarungan guna mendapatkan
simpati dari negera-negara tersebut mengakibatkan Bantuan asing dengan mudah
mengalir.
Selajutnya
pada masa orde baru di era kepemimpinan Soeharto indonesia pernah memasuki yang
pada saat itu dikatakan sebagai prakondisi lepas landas bangsa indonesia,
walapun diketahui bahwa pada saat itu indonesia telah memiliki utang luar
negeri yang sangat banyak. Hal ini kemudian mencirikan pengaruh
teori modernisasi yang terjadi di Indonesia pada saat itu yang diungkapkan oleh
rostow dalam lima tahap pembangunannya.
Jika
dikaitkan dengan fenomena kekinian seperti gambaran mengenai kekayaan alam yang
melimpah yang dimiliki oleh bangsa kita hubungannya dengan gambaran mengenai
kekayaan alam yang melimpah di Indonesia dengan teori modernisasi maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa bangsa indonesia kemudian belum bisa keluar dari
faktor internal bangsa sebagaimana dijelaskan dalam pandangan modernisasi bahwa
indonesia masih mengalami kemiskinan dalam hal pendidikan, modal dan tehnologi
yang sangat diperlukan untuk mengelola potensi-potesi yang ada.
- Perspektif
keterbelakangan
Lahirnya teori
keterbelakangan oleh para ahli seperti Baran, Frank, Presbich dan dos santos
memberikan penjelasan bagaimana kemiskinan yang dialami oleh bangsa-bangsa di
Negara yang sedang berkembang merupakan akibat dari sitem ekonomi dunia yang
tidak seimbang, di mana kelompok negara kuat mengeksploitasi negara-negara yang
lebih lemah.
Lebih lanjut sebagaimana
yang diungkapkan oleh Baran dan Frank bahwa ketimpangan ekonomi dunia merupakan
hasil dominasi ekonomi oleh negara-negara kapitalis/industri. Pembangunan dan
keterbelakangan sangat memperlihatkan kekuatan negara-negara pemilik modal
dengan negara-negara dunia ketiga yang semakin menjauhkan perbedaan antara
negara penguasa dengan negara miskin.
Jika dikontekskan untuk
indonesia dapat terlihat bahwa era pasca kemerdekaan perekonomian Indonesia
sangat terpuruk sebelum memasuki era orde baru di mana pemerintah Indonesia
dapat dikatakan baru memulai membangun sistem ekonomi dikarenakan peninggalan
penjajah sangat merugikan kondisi bangsa ditambah lagi utang-utang belanda yang
kemudian harus dibayar oleh Indonesia. sehingga pada saat itu dapat
terlihat bahwa Indonesia sangat miskin dalam sisi modal.Jika
dikontekskan dengan fenomena tentang kekayaan alam indonesia yang melimpah
namun indonesia masih tetap miskin penulis berkesimpulan bahwa tingkat
persaingan ekonomi dengan negara lain khususnya negara-negara dunia pertama
sangat jauh hal ini dikarenakan bahwa potensi yang ada tersebut kemudian tidak
dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
di Indonesia, hal ini dikarenakan sebagaimana faktor-faktor yang dijelaskan
sebelumnya (Konsep Persbich), bahwa bangsa kita hanya sebgai penghasil barang
mentah yang kemudian harus mengekspor dengan pendapatan yang kecil dibanding
dengan barang hasil industri yang kemudian diimpor kembali ke negara kita
dengan biaya yang lebih tinggi. Sehingga pada akhirnya ketimpangan
antar negara kaya dan miskin sesuai dengan teori keterbelakangan masih selalu
membayangi.
- Perspektif
Ketergantungan
Mungkin teori
ketergantungan merupakan suatu teori yang sangat berhubungan dengan Negara kita
saat ini, seperti yang dijelaskan oleh Evans bahawa ada Bentuk
ketergantungan yang ditandai oleh adanya aliansi antara kapitalis
internasional, kapitalis domestik, dan pemerintah. Evans menyebut aliansi ini
sebagai “triple alliance.” Di dalam aliansi ini, pemerintah
memainkan peranan yang menentukan dalam mengatur aliansi
antara kapitalis lokal dengan kapitalis internasioanal (fungsi
regulasi). Dalam hal ini, pemerintah menggunakan kekuasaan ekonominya yang
besar yang ditunjang oleh otoritas politik untuk mengatur dan mengarahkan
pembangunan nasional. Pemerintah hendaknya memiliki kemampuan untuk mencegah
terjadinya pengerukan keuntungan oleh perusahaan-perusahaan transnasional (PTN)
yang mengorbankan kapitalis lokal. Namun demikian, proses interaksi di dalam
aliansi tiga pihak ini selanjutnya menjadi kompleks, karena masing-masing pihak
memiliki kepentingan yang dapat mengarah ke situasi konflik.
Teori
ketergantungan yang seperti yang diungkapkan oleh cardoso bahwa pembangunan di
dunia ketiga bisa saja terjadi tetapi sangat ditentukan oleh struktur dari
negara pusat, dalam artian ketergantungan indonesia akan terus terjadi di mana
sistem pemberian modal asing adalah suatu keharusan yang akan diberikan oleh
negara-negara pusat dengan asumsi untuk membantu Indonesia untuk maju padahal
sebaliknya ini merupakan jalan bagi negara-negara maju untuk masuk indonesia
dalam rangka proses imperialisme model baru.
Jika
mencermati apa yang telah dijelaskan oleh evans dikaitkan dengan fenomena
Indonesia yang masih miskin padahal memiliki kekayaan alam yang melimpah maka
dapat diketahui bahwa pemerintah kemudian memiliki kewenangan untuk mengatur
secara baik katakanlah potensi kekayaan alam yang melimpah namun yang terjadi
kemudian bahwa aliansi yang dimaksud evans kemudian tidak berjalan dikarenakan
adanya kepentingan-kepentingan yang berorientasi keuntungan pribadi antara
tripple alliance tersebut. Contoh kasus seperti tambang emas freeport yang
selalu mengalami konflik internal dikarenakan kesenjangan-kesenjangan yang
terjadi di perusahaan emas terbesar itu, ketika pemerintah ingin memasuki area
yang berkaitan dengan kebijakan kebijakan strategis yang terjadi adalah
perhitungan keuntungan yang sebenarnya sangat merugikan Negara, dengan devisa
yang dihasilkan hanya 2% pertahunnya membuat suatu kerugian besar bagi bangsa
kita.
- Perspektif
World System Theory
Teori
sistem dunia (TSD) oleh Emmanuel Wallerstain,mengajukan
konsepinternational division of labor dimana setiap negara memiliki
fungsi masing-masing sesuai dengan posisi mereka di dalam sistem ekonomi dunia. Menurut
TSD struktur ekonomi dunia terdiri atas kelompok negara-negara pusat (core),
semi-pinggiran (semi periphery) dan pinggiran (periphery). Jika melihat dengan
fenomena yang terjadi di Indonesia bahwa TSD sedang berlangsung di Indonesia di
mana negara-negara pusat menguasai dominasi pasar bahan mentah pada skala
global katakanlah Cina, Amerika dan lain-lain yang kemudian memprosesnya
menjadi barang jadi dan mengekspor ke negara-negara lain termasuk indonesia
yang notabene sebagai pengekspor bahan-bahan mentah tadi. Tentunya hal ini
merugikan buat Indonesia yang menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang
terpinggirkan di mana Indonesia kemudian terkondisikan dengan menjadi eksportir
ke negara-negara industri yang tentunya lebih menguntungkan negara industri
tersebut. Sekali lagi ketidakmampuan bangsa kita untuk menghasilkan produksi
industri menjadi suatu ketidakmampuan bangsa kita untuk bangkit.
Kebijakan-kebijakan yang
Perlu dilakukan
Beberapa hal yang
kemudian perlu dilakukan oleh bangsa kita untuk memanfaatkan potensi kekayaan
alam yang melimpah dalam proses pembangunan di Indonesia adalah :
- Peningkatan
kualitas sumber daya manusia dengan cara peningkatan pendidikan, keahlian dan
keterampilan bagi para pegawai, karyawan, pekerja dan mahasiswa/mashasiswi
dalam bidang masing-masing, yang dipersiapkan untuk pengelolaan bidang-bidang
atau potensi-potensi kekayaan alam tertentu.
- Perlunya
kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong sistem perekonomian berbasis
kemasyarakatan dengan memberikan partisipasi yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat untuk ikut dalam proses pembangunan
- Reformasi
dan revitalisasi BUMN untuk menuju konsep industrialisasi produk, dalam artikel
ivan lipio mengungkapkan bahwa Faktor-faktor yang menjadi penghambat
industri di Indonesia meliputi : Keterbatasan teknologi di mana
dijelaskan bahwa Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi
menghambat efektifitas dan kemampuan produksi. Selanjutnya ialah Kualitas
sumber daya manusia. Terbatasnya tenaga Profesional di
Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat
dengan teknologi terbaru. Dan yang terakhir adalah Keterbatasan dana
pemerintahyang mana dijelaskan bahwa Terbatasnya dana pengembangan
teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset
dan teknologi.
- Peningkatan
sistem tekhnologi informasi dan sistem komputerisasi
- Peningkatan
fasilitas tekhnologi penunjang sistem industrialisasi
- Kebijakan
pembatasan ekspor bahan-bahan atau kekayaan alam yang dapat diproduksi di
Indonesia.
- Minimalisir
produk impor yang dianggap kurang bermanfaat untuk masyarakat Indonesia dan
manfaatkan produk lokal yang ada.
- Perlunya
kebijakan pemerintah untuk merevisi kontrak kerja dengan perusahaan-perusahaan
asing yang lebih menguntungkan pihak swasta.
- Perlunya
keberanian khususnya para pemimpin Negara untuk berinisiatif dan
mengaktualisasi kebijakan nasionalisasi di sektor migas dan pertambangan.
- Pembinaan
mental dan perubahan pola pikir pemerintah akan pentingnya pembangunan berbasis
kemajuan Negara.
Selanjutnya seperti yang
dijelaskan William Overvolt memberikan sejumlah daftar tentang strategi
umumnya yang dicapai negara industri baru khususnya di Asia dan Pasifik, di
mana ia mengungkapkan beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi Asia.
1. Merangsang
kebangsaan, jika diperlukan mempertentangkannya dengan kekuatan negara maju.
Nation building atau pembangunan bangsa merupakan salah satu tugas berat yang
dilaksanakan negara-negara baru di Asia. Mereka harus membangkitkan perasaan
kebangsaan untuk mendorong terjadinya persatuan. Dengan perasaan senasib
sepenanggungan, maka anggota masyarakat makin solid. Apabila pihak berkuasa
menciptakan “musuh” dari luar maka dengan mudah masyarakat akan bersatu demi
pembangunan ekonomi dalam melawan musuh itu.
2. Menindas
kelompok penekan yang menyebabkan patronisme, korupsi dan inflasi.Berbagai
kelompok dalam masyarakat yang berperan sebagai kelompok penekan sering
menimbulkan masalah baru. Mereka kadang-kadang menumbuhkan pola patron klien
yang kemudian membuka peluang lahirnya praktek-praktek korupsi.
3. Menyesuaikan
diri dengan standar yang ditetapkan negara-negara industri maju dalam rangka
mencari modal. pasar dan teknologi. Negara industri baru dalam memacu ekspor
dan memasuki pasar asing mereka meniru standar yang diberlakukan oleh negara
maju. Mereka pun mendesain industrinya yang sesuai dengan apa yang dicapai
negara maju.
4. Menata
agar anggaran militer rendah sedangkan anggaran pembangunan tinggi.Pada masa
pertumbuhan ekonomi tinggi selama tiga dekade terakhir, banyak negara industri
baru tidak membesar-besarkan anggaran militer karena dianggap menyedot
anggaran. Pada masa pertumbuhan itu, militer berperan untuk menjaga tidak
terjadi ancaman dari luar.Namun demikian terlihat bahwa begitu pendapatan itu
naik maka ada keinginan dari militer untuk memperbarui persenjataannya.
5. Mengalihkan
diri pada pertumbuhan yang disebabkan ekspor.Semua negara industri baru bisa
tumbuh cepat karena memacu ekspor. Jenis ekspor masih berupa barang setengah
jadi atau barang manufaktur yang masih sederhana sifatnya seperti sepatu atau
televisi. Indonesia dan Malaysia memacu ekspor hasil alam.
6. Reformasi
pemerataan pendapatan:Jalan yang ditempuh antara lain dengan: – reformasi
pembagian tanah (land reform)- industri padat karya (buruh murah, tekstil,
pertanian dan barang elektronik)- investasi besar-besaran di bidang pendidikan.
7. Menghadapi
kelompok kiri dengan reformasi merakyat. Langkah yang benar dalam pertumbuhan:
berikan massa rakyat keterlibatan dalam masyarakat. Sebagian dari negara-negara
industri baru menghadapi persoalan pemberontakan komunis yang diakibatkan oleh
pertarungan negara adidaya pada waktu Perang Dingin. Pemerintah negara-negara
di Asia menawarkan pembangunan ekonomi untuk memangkas dan memberantas
pertumbuhan ajaran komunis yang dimotori Cina dan sekutunya. Setelah Uni Soviet
bubar tahun 1991, maka ajaran komunis mulai melunak. Bahkan Cina telah
menyesaikan diri dengan ajaran kapitalisme yang selama ini ditentangnya.
Pembangunan ekonomi Cina mengandalkan bantuan Barat untuk teknologi dan
investasinya.
8. Menciptakan
perusahaan yang besar dan
MODERN.
untuk menjamin
tercapainya target perdagangan. Di beberapa negara seperti di Korea Selatan,
perusahaan besar keluarga diciptakan untuk memacu industrialisasi. Perusahaan
konglomerat ini yang di Korsel disebut Chaebol menjadi mesin pertumbuhan
ekonomi yang dapat diandalkan. mendapatkan teknologi, modal dan perdagangan
dari perusahaan multinasional dan bank internasional. Menggunakan teknokrat dan
para pemimpin nasionalis untuk memaksimalkan keuntungan bagi negara.
9. Meniti
tangga yang dimulai dengan sektor padat karya seperti pertanian dan bahan
mentah, industri tekstil dan sepatu, industri ringan seperti pabrik televisi
dan industri teknologi tinggi.
10. Penggunaan
alat-alat autoritarian, jika diperlukan, untuk mencapai tujuan pembangunan
ekonomi. Kadang-kadang karena ingin memelihara stabilitas, pemerintah bersikap
kaku dan keras sehingga timbul kesan adanya autoritarian dalam pemerintah.
Sikap pemerintah yang autoritarian itu untuk tingkat tertentu berhasil
keberhasilan pembangunan ekonomi. Akan tetapi, dalam situasi dimana proses
demokratisasi makin luas, sikap otoriter pemerintah makin keinggalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar