PERBANDINGAN
STANDAR ISI ANTARA KTSP 2006 DENGAN KURIKULUM 2013
A. PENDAHULUAN
Secara konseptual, kurikulum merupakan suatu respon
pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi
muda bangsanya. Kurikulum harus menjamin pemberdayaan siswa pada
semua aspek kompetensi, yang memungkinkan siswa siap menjadi warga masyarakat
yang bermutu. Oleh pihak sekolah, pemberdayaan siswa dilakukan
dengan segala cara, menata proses pembelajaran sesuai situasi dan lingkungannya.
Pikiran ini sebenarnya telah diakomodir oleh KTSP selama ini. Romine (dalam
Hamalik, 2010:18) menyatakan:
“Curriculum is
interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences
which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or
not”
Jadi,
kurikulum diinterpretasikan untuk ‘mengorganisasikan’ semua pelajaran,
aktivitas, dan pengalaman siswa di bawah arahan pihak sekolah, entah di dalam
kelas atau di luar kelas. Di sini, guru memiliki peran sangat vital dalam
menata proses pembelajaran.
Standar isi KTSP
diatur dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006, sedangkan standar isi Kurikulum
2013 diatur dalam Permendikbud No 64 Tahun 2013. Kedua peraturan menteri ini
menjadi dasar hukum untuk pengembangan muatan kurikulum. Dalam hal ini, dengan
berlakunya Permendikbud No 64 Tahun 2013 maka Permendiknas No 22 Tahun 2006
tidak berlaku lagi.
Menurut
Permendiknas No 22 Tahun 2006 pasal 1 ayat 1 dan juga Permendikbud No 64 Tahun
2013 pasal 1 ayat 1, menyatakan bahwa Standar Isi adalah cakupan lingkup materi
minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan
minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Menarik untuk dikaji apakah
Permendiknas No 22 Tahun 2006 pantas diubah karena memiliki banyak kekurangan
ataukah malah sebaliknya. Karena dalam edaran Bahan Uji Publik Kurikulum 2013,
disebutkan bahwa ada empat elemen perubahan dari KTSP 2006 ke
kurikulum 2013, yaitu (1) standar isi, (2) standar proses, (3)
standar penilaian dan (4) standar kompetensi lulusan. Ada beberapa
pertanyaan yang muncul:
1) Mengapa
standar isi KTSP 2006 diubah?
2) Bagaimana
perubahan Standar Isi dari KTSP 2006 menjadi kurikulum 2013?
B. BEBERAPA PERMASALAHAN PADA STANDAR ISI
KTSP 2006
1. Muatan
Kurikulum Terlalu Berat
Sebagaimana
hasil identifikasi pemerintah (Bahan Uji Publik Kurikulum 2013, hal. 14)
tertera bahwa permasalahan utama yang berkaitan dengan standar isi pada KTSP
2006 adalah kontent kurikulum terlalu padat. KTSP 2006 memuat banyak mata
pelajaran, yakni SD 10 mata pelajaran, SMP 12 mata pelajaran, dan SMA (kelas X)
17 mata pelajaran.
Secara
psikologis, jumlah mata pelajaran yang begitu banyak mengakibatkan siswa
terbebani karena siswa membagi pikirannya kepada banyak mata pelajaran. Roster
pelajaran menjadi padat dan menyita waktu baik siswa maupun guru. Konsekuensi
langsung dari banyaknya mata pelajaran adalah sebaran materi pelajaran menjadi
luas dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak. Resiko bagi
siswa adalah tidak dapat secara maksimal menyerap materi dalam satu mata
pelajaran, malahan menimbulkan kejenuhan bagi mereka.
Khusus di
jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP), cakupan materi yang begitu luas belum
tentu efektif bagi siswa untuk menguasai semua kompetensi dasar pada suatu mata
pelajaran. Idealnya, pada jenjang pendidikan dasar, materi bersifat esensial.
Materi pelajaran memberikan pokok-pokok kajian saja. Dalam hal ini, kurikulum
pendidikan harus mempertimbangkan bahwa siswa pada usia 7 – 15 tahun masih
dalam tahap perkembangan. Kajian secara rinci tidak efektif pada masa ini.
Dengan memberi pokok-pokok materi saja maka kurikulum merangsang siswa untuk
secara kritis mengembangkan pikirannya tentang suatu konsep ilmu. Siswa
dirangsang untuk menalar, berpikir kreatif menkoneksi pengetahuannya
berdasarkan rangsangan pokok-pokok materi.
Kelemahan lain
adalah pada KTSP 2006, untuk tingkat SMP dan SMA ada mata pelajaran
Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Melihat perkembangan
dunia saat ini, pembahasan secara rinci di kelas untuk mata pelajaran tersebut
menjadi tidak efektif lagi. Di masyarakat telah hadir berbagai produk
teknologi. Siswa mendapat rangsangan dari lingkungan yang mendorong mereka
dapat belajar secara mandiri/ekstra. Jika kita jeli, mata pelajaran TIK
akan mubasir, sebab siswa kita dapat secara mandiri mengoperasikan komputer
atau gadget lainnya. Mereka dapat melakukan akses internet tanpa pembelajaran
khusus di sekolah. Yang perlu diatur dalam kurikulum adalah pengetahuan
penunjang untuk mengoperasikan komputer/notebook, i-pad, hand phone dan
sebagaianya. Dalam hal ini, karena hampir semua produk teknologi menggunakan
bahasa Inggris sebagai perintah pengoperasian, maka kurikulum harus tetap
mempertahankan bahasa Inggris.
2. Penyusun
KTSP Mengembangan Materi Ajar yang Menyimpang dengan Psikologi Perkembangan
Siswa
Akibat lanjutan
dari penyusunan KTSP oleh pihak sekolah adalah kebijakan buku ajar mata
pelajaran tertentu boleh disusun di daerah masing-masing. Walaupun dipandu
dengan standar isi dari BSNP, luasnya wilayah Indonesia merepotkan pengontrolan
pihak BSNP terhadap pengembangan materi ajar oleh pihak sekolah atau oleh
daerah tertentu. Muncul masalah buku ajar yang memuat materi bahasan tidak
sesuai dengan psikologi perkembangan siswa, maupun menyimpang dari budaya
bangsa. Contoh: materi pelajaran beraroma porno dalam buku ajar siswa SMP.
3. Penyusunan
SI terhambat oleh kurangnya sumber daya dan sarana pendukung di daerah tertentu
Idealnya,
walaupun KTSP disusun oleh pihak sekolah, namun isinya tetap menuju pada tujuan
pendidikan nasional. Namun, pengembangan Standar Isi KTSP 2006 oleh pihak
sekolah di daerah tertentu bisa terhambat oleh kurangnya sumber daya di daerah
tersebut, baik SDM maupun sarana dan prasarana yang lain. Akibatnya, standar
isi yang telah ditetapkan BSNP menjadi mubasir.
C. PERUBAHAN
STANDAR ISI KTSP 2006 MENJADI KURIKULUM 2013
1. Perubahan
muatan kurikulum
Pemerintah
berupaya mengurangi muatan kurikulum, dengan kebijakan pengurangan jumlah mata
pelajaran. Sistem pengelompokka mata pelajaran pada KTSP 2006 juga diubah
seiring perubahan SKL yang mengacu pada kompetensi inti: (1) sikap, (2)
pengetahuan, dan (3) keterampilan. Untuk KTSP 2006, pada Lampiran Permendiknas
No. 22 Tahun 2006 dinyatakan bahwa Standar Isi untuk jenis pendidikan umum,
kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
·
kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
·
kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
·
kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
·
kelompok
mata pelajaran estetika;
·
kelompok
mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Pada
KTSP 2006 semua mata pelajaran berdiri sendiri secara terpisah (kecuali tematik
kelas I-III SD). Dari standar isi tersebut, diklasifikasi menjadi 10 mata
pelajaran di SD, 12 mata pelajaran di SMP, dan 16 mata pelajaran di
SMA kelas X. Sedangkan pada Kurikulum 2013, pengelompokkan seperti di atas
tidak berlaku lagi. Semua mata pelajaran terikat satu sama lain dengan
mendukung kompetensi inti. Perubahan standar isi masing-masing jenjang
pendidikan dijelaskan sebagai berikut:
a. Standar
Isi Kurikulum SD/Mi
Di SD, IPS dan
IPA direncanakan menjadi materi ajar (tema) atau diintegrasikan pada mata
pelajaran lain, melalui pembelajaran tematik integratif. Sehingga jumlah mata
pelajaran berkurang dari 10 matapelajaran menjadi 8 matapelajaran. Kebijakan
ini diikuti peraturan bagian inti RPP memuat (1) sikap, (2) pengetahuan, (3)
keterampilan.
Di satu sisi,
rencana ini meringankan beban belajar siswa. Namun di sisi lain, akan
menyulitkan siswa, khususnya pengintegrasian IPA. Tidak ada masalah jika
matapelajaran IPS dijadikan tema pembelajaran PPKn, dalam Bahasa Indonesia,
Seni Budaya dan Prakarya, atau Agama, atau mata pelajaran lainnya. Hal ini akan
mendukung terciptanya kompetensi secara utuh antara sikap, keterampilan dan
pengetahuan. Dasar pemikirannya sebagai berikut:
1) Pengintegrasian
IPS ke dalam PPKn [atau mata pelajaran lainnya] membuka peluang agar siswa
belajar PPKn [atau mata pelajaran lain ] secara kontekstual.
Pancasila
--sebagai jiwa mata pelajaran PPKn-- adalah manifestasi nilai-nilai
sosio-kultural dan ekonomi Indonesia yang dapat diterima secara universal.
Tema-tema sosial berada dalam jangkauan aplikasi nilai-nilai Pancasila.
Kehadiran IPS dan PPKn sebagai mata pelajaran terpisah dalam KTSP 2006
sebenarnya menimbulkan ketumpangtindihan materi ajar. Ada materi IPS yang
dibicarakan lagi di PPKn. Sebaliknya materi PPKn ada yang dibahas lagi dalam
IPS. Di Indonesia, tidak mungkin dilakukan kebijakan mengintegrasian mata
pelajaran PPKn, sebab Pancasila sebagai dasar negara harus menjadi entitas
tersendiri dalam dunia pendidikan Indonesia.
Demikian juga,
tema-tema sosial dapat dengan mudah diintegrasikan dalam matematika, Bahasa
Indonesia, Seni Budaya dan Prakarya, atau matapelajaran lainnya. Kenyataan
misalnya, matematika selalu menjadikan tema sosial sebagaibidang terapannya. Demikian
juga, dalam pelajaran Bahasa Indonesia, selain wacana IPA, pembelajaran Bahasa
Indonesia juga sering menggunakan kutipan wacana/teks bertema sosial sebagai
materi pelajaran. Dengan demikian, pengintegrasian IPS akan mendorong
pembelajaran realistik atau pembelajaran kontekstual.
Pengintegrasian
ini tidak mengurangi kesempatan siswa untuk memeroleh kajian ilmu sosial.
Materi IPS yang tidak tercakup dalam tematik Matematika atau Bahasa Indonesia,
atau mata pelajaran lainnya dapat dikosentrasikan di PPKn.
2) Pengintegrasian
IPA akan menyulitkan siswa dalam memahami materi pelajaran
Bagaimana pun,
konsep IPA adalah suatu konsep fisik alam. Domain konsep IPA adalah tubuh
manusia, tumbuhan, hewan, zat-zat kimia, gejala-gejala alam, dan antariksa.
Walaupun sering ada tema-tema IPA dijadikan materi kajian Bahasa Indonesia,
namun ada istilah IPA yang membingungkan siswa SD karena memiliki makna
berbeda dalam Bahasa Indonesia. Contoh: gaya dan daya. Berbeda
dengan IPS, materi IPA cenderung lebih rumit. Ada sebagian materi
IPA yang sulit ditematikkan ke Bahasa Indonesia atau mata pelajaran lain.
Merupakan hal
yang sangat sulit jika harus melakukan percobaan IPA/eksperimen IPA sekaligus
berusaha memahami materi Bahasa Indonesia atau materi pelajaran lainnya.
Contoh: eksperimen rangkaian listrik, gejala kemagnetan, pelarutan zat, dan
sebagainya. Perlu konsentrasi khusus bagi siswa untuk mempelajarinya. Dapat
diduga bahwa siswa SD sulit memahami konsep IPA sekaligus konsep
Bahasa Indonesia [atau konsep mata pelajaran lain] dalam satu pembelajaran yang
sama. Apalagi jika konsep IPA dijadikan tema dalam matematika. Sementara materi
matematika itu sendiri sangat abstrak dan dianggap sulit. Walaupun ada sebagian
materi IPA yang selama ini merupakan tema dalam pelajaran matematika. Misalnya
teori kecepatan dan debit. Jadi pada kurikulum 2013, IPA sebaiknya tetap
berdiri sendiri.
b. Struktur
Kurikulum SMP/MTs
Di SMP
direncanakan pengurangan dari 12 mata pelajaran menjadi 10 mata
pelajaran. Dalam hal ini, mata pelajaran TIK dihapus. Kebijakan menjadikan TIK
sebagai sarana pembelajaran adalah kebijakan yang tepat. Hal ini akan mendorong
kemajuan penggunaan teknologi oleh siswa dan guru. TIK tidak efektif sebagai
mata pelajaran tersendiri, sebab peredaran produk-produk teknologi sudah
menyentuh hingga penduduk di pelosok. Siswa SMP dengan mudah belajar memahami
istilah dan belajar mengoperasikan produk-produk teknologi canggih. Siswa hanya
perlu dibekali dengan pengetahuan bahasa Inggris yang selalu menjadi bahasa
perintah produk teknologi.
Pengintegrasian
Muatan Lokal juga merupakan kebijakan tepat. Sebab, seni dan budaya merupakan
kearifan lokal yang cenderung dijadikan materi Muatan Lokal. Walaupun ada
daerah lain yang menjadikan bahasa asing atau pertanian sebagai muatan lokal.
Tetapi yang terbaik, tetaplah kebudayaan lokal yang menjadi materi mata
pelajaran Seni Budaya.
c. Struktur
Kurikulum SMA/SMK/MA
Pada KTSP 2006,
penjurusan dimulai dari kelas II. Kelas I menempuh beban belajar sebanyak 18
mata pelajaran. Sedangkan masing-masing jurusan IPA, Bahasa, atau IPS menempuh
15 mata pelajaran. Ini merupakan beban belajar yang cukup berat dan siswa
dianggap memiliki kemampuan yang sama dalam belajar. Sistem penjurusan memaksa
kemampuan dan cenderung tidak menghargai minat pribadi siswa. Maka pemerintah
mengupayakan di tingkat SMA/SMK dirancang 9 mata pelajaran wajib dan ditambah
kelompok mata pelajaran peminatan akademik (untuk SMA) dan tambahan kelompok
mata pelajaran peminatan akademik dan vokasi (untuk SMK).
Sedangkan pada
Kurikulum 2013, sejak kelas I siswa SMA/SMK dapat memilih mata pelajaran
peminatannya. Beban belajar siswa menjadi lebih ringan atau siswa dapat
mengambil beban belajar sesuai kemampuannya. Standar isi kurikulum 2013
dirancang sebagai berikut (Bahan Uji Publik Kurikulum 2013: 59):
1) Untuk
SMA dan SMK
Ø mata pelajaran
wajib: kelompok A dan kelompok B (total 18 JP per pekan).
Ø Pramuka menjadi
ekstra kurikuler wajib demi keterlibatan siswa dalam kegiatan kemasyarakatan
dan lingkungan.
2) Sistem
jurusan diganti dengan peminatan
Ø Mata pelajaran
peminatan (IPA, IPS, Bahasa: 16 JP)
Ø Mata pelajaran
pilihan (6JP) dapat diambil dari:
·
matapelajaran
pilihan lintas minat (dari kelompok matapelajaran peminatan lain), atau
·
matapelajaran
pendalaman minat; dan/atau
·
mata
pelajaran pilihan
·
sekolah
dapat menawarkan mata pelajaran pilihan tambahan (maksimum 4 JP)
Perbandingan
(perubahan) standar isi kurikulum sebagai berikut (Bahan Uji Publik Kurikulum
2013:50).
Jumlah
|
Kelas
I
|
IPA
|
Bahasa
|
IPS
|
Keagamaan
|
|||||
II
|
III
|
II
|
III
|
II
|
III
|
II
|
III
|
|||
Mata Pel (MP)
|
18 MP
|
15 MP
|
15 MP
|
15 MP
|
15 MP
|
15 MP
|
15 MP
|
15 MP
|
15 MP
|
|
Jam Pel (JP)
|
38JP
|
39JP
|
39JP
|
39JP
|
39JP
|
39JP
|
39JP
|
38 JP
|
38 JP
|
|
2. Dari
segi penyusun Kurikulum
KTSP disusun
oleh Pihak Sekolah sebagai satuan pendidikan dengan acuan Standar Isi (dari
Delapan Standar Pendidikan) yang dibuat oleh BSNP. Dalam KTSP, kegiatan
pengembangan silabus merupakan kewenangan satuan pendidikan. Pada kuriulum 2013
kegiatan pengembangan silabus beralih menjadi kewenangan pemerintah, kecuali
untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan di satuan
pendidikan yang bersangkutan. Dengan demikan isi dari materi pelajaran yang
bersifat nasional akan identik di seluruh Indonesia sesuai Standar Isi
pendidikan nasional.
Untuk
menghindari pengembangan bahan ajar yang tidak sesuai psikologi perkembangan
siswa, pemerintah mengadakan buku-buku pelajaran. Dengan demikian kontrol
pemerintah terhadap kasus materi ajar yang salah dapat dihindari.
3. Pengembangan
Kompetensi dan Mata Pelajaran kurikulum 2013
Pada KTSP 2006,
tiap mata pelajaran memiliki beberapa Pokok Bahasan. Pada tiap pokok bahasan
ini ditentukan Standar Kompetensi Lulusan nasional yang hendak
dicapai siswa. Dari pokok bahasan akan dipilah-pilah oleh pihak sekolah
menjadi beberapa Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar. Inilah yang
menjadi standar isi kurikulum di tingkat satuan pendidikan. Jadi, kompetensi
dasar siswa diturunkan dari materi pelajaran. Pendekatan dalam penyusunan SKL,
SK/KD pada KTSP 2006 dapat digambarkan sebagai berikut: Sedangkan Pengembangan
Kompetensi dan Mata Pelajaran pada kurikulum 2013 dimulai dari analisis
kebutuhan. Selengkapnya digambarkan sebagai berikut:
Analisis
kebutuhan meliputi:
o
Individu
o
Masyarakat,
Bangsa, Negara, Dunia
o
Peradaban
SKL membentuk
Kompetensi Inti (KI):
o
sikap
o
keterampilan
o
pengetahuan
SK/KD
dijabarkan dengan menjaga keseimbangan antara soft skill dengan hard
skill yang mengacu pada kompetensi inti
Semua mata
pelajaran ‘diikat’ oleh kompetensi inti yang ingin dicapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Bahan
Uji Publik Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Dokumen
Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Hamalik,
Oemar. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Permendikbud No
64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Kurikulum 2013
Permendiknas No
22 Tahun 2006, tentang Standar Isi KTSP
Salirawati,
Das.2013. Rasionalitas Kurikulum 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar